Mulai Aplikasikan Teknologi Desinfektan Ramah Lingkungan
Klorin (chlorine) dan Kaporite (kaslium hipoklorit) adalah bahan utama yang masih banyak digunakan oleh PDAM dalam proses desinfektan air baku. Terkait keamanan (safety) dan kenyamanan pekerja (operator), penggunaaan dua bahan ini — terutama gas klor — kini mulai diminimalisir oleh PDAM Kota Denpasar.
Aplikasikan Teknologi Desinfektan Ramah Lingkungan
Pilihan managenent kota Denpasar jatuh pada teknologi elektro-klorinasi. Menurut direktur utama PDAM Kota Denpasar Ia Bagus Gede Arsana dan Direktur Teknik PDAM Kota Denpasar I Putu Yasa, teknologi ini dipilih denga pertimbangan utama terkait masala safety atau keamanan.
Menurut Gede Arsana, desinfektan yang dihasilkan elektro-klorinasi adalah Natrium Hypoclorit (NaOCI) yang bersifat cair sehingga tidak beresiko terjadinya ledakan. Hal ini jauh lebih aman dibandingkan penggunaan gas klor (chlor) sebagai desinfektan bersifat gas yang mudah meledak. Terlebih kebanyakan lokasi tempat pembubuhan desinfektan berada di lokasi pemukiman padat penduduk dan minim penjagaan.
Ditambah Putu Yasa, secara kualitas, sisa klor yang dihasilkan di konsumen tidak menimbulkan efek bau dan rasa. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan Permenkes Nomor 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Di samping itu, aplikasi teknologi elektro-klorinasi juga mampu mengurangi terbentuknya Tri Halo Metan (THM) yang dapat menimbulkan kanker.
PDAM Kota Denpasar sendiri mulai tertarik mengaplikasikan teknologi ini sejak 2012. Sebagai tahap awal, pada 2014 pihak PDAM, dengan menggunakan modal milik sendiri mulai berinvestasi memasang satu unit alat elektro-klorinasi dengan kapasitas 200 g/jam. Untuk satu unit tersebut PDAM mengeluarkan biaya sebesar Rp. 900 Juta. Instalasi yang pertama dipasang teknologi ini adalah Sumur Bor E2 yang berlokasi di jalan Kecubung Denpasar. Sumur bor tersebut memiliki kapasitas produksi 35 liter perditik (L/d).
Sebagai teknologi yang relatif baru, ada juga kendala yang dihadapi. Misal, ketika terjadinya penyumbatan pada instalasi perpipaan. Namun Putu Yasa menjelaskan kendala tersebut cukup mudah diatasi hanya dengan melakukan pembersihan pada pipa tersumbat yang bisa dilakukan oleh tenaga perawatan PDAM sendiri.
Hingga saat ini PDAM Kota Denpasar telah menginstal teknologi elektro-klorinasi di lima sumur bor, yaitu Sumur bor E2 Kecubung produksi 35 l/d, Sumur Bor Tukad Badung, Sumur Bor Pulau Singkep, Sumu Bor E1 di jalan Subita kapasitas 70 l/d, dan Sumur Bor Sedap Malam I kapasitas 50 l/d. Semua alat elektro-klorinasi yang dipasang pada kelima sumur bor tersebut di atas adalah 200 g/jam.
Karena faktor keamanan dan sifatnya yang ramah lingkungan itulah, Gede Arsana maupun Putu Yasa mengharapkan, ke depan semua instalasi di PDAM Kota denpasar, baik sumur bor maupun instalasi peengolahan air (IPA) diarahkan untuk menggunakan teknologi elektro-klorinasi. Hingga saat ini masih ada sepuluh lokas sumur bor dan dua IPA, yaitu IPA Blusung dan IPA Waribang yang masih menggunakan desinfektan gas klorin.
Harapan tersebut agaknya tidak serta-merta dapat terlaksana mengingat minimnya sumber pendanaan dari PDAM. Karena itu, Gede Arsana berharap pihaknya akan mendapatkan bantuan dari APBN melalui SatKer PAMS. Hal ini tak lain sebagai bentuk perwujudan dari peluang untuk menerapkan green technology di bidang air minum.
Sementara direktur utama PT Glory Citra Muda Perkasa Teddy Gatot sebagai mitra PDAM Kota Denpasar, ketika dihubungi di Jakarta mengatakan, ada sejumlah hal yang sebenarnya mesti diperhatikan oleh masyarakat air minum Indonesia, khususnya para tukang ledeng. Meski menjadi mitra dalam penggunaan teknologi elektro-klorinasi, Teddy tidak melandaskan pemikirannya hanya pada sisi bisnis semata.
Teddy menyebut, setidaknya ada dua hal yang menjadi fokus perhatiannya, yakni mengenai safety dan risk management. Soal keamanan, menurut pria asal Medan ini ada resiko keamananyang mengintai di balik penggunaan gas klor yang hingga saat ini masih digunakan secara massif oleh PDAM-PDAM di Indonesia.
“Sebenarnya, gas klor itu senjata dalam arti sesungguhnya yang sangat mudah dimanfaatkan untuk kepentingan kejahatan. Tetapi apa yang kita saksikan, hampir tidak ada pengawasan berarti di PDAM-PDAM dengan aset gas klor yang digunakan. Bagaimana kalau ternyata ada yang mencuri untuk digunakan kejahatan? Terorisme misalnya. Ini sangat berbahaya,” urai Teddy. Karena itu Teddy sangat menyayangkan sikap para PDAM-PDAM yang mengabaikan resiko keselamatan ini.
Selain itu dari sisi risk management, Teddy menyoroti secara serius mengenai ketersediaan gas klor dan juga kaporit. Menurut dia, tingginya angka kebutuhan akan penggunaan gas klor dan juga kaporit tidak diimbangi dengan adanya pabrik-pabrik penunjag untuk ketersediaannya.
“Selama ini kita hanya tergantung pada gas klor dan kaporit. padahal, di Indonesia pabrik gas klo dan kaporit cuma satu. Ketika saya masuk ke PERPAMSI saya baru menyadari, untuk PDAM saja kita ada sekitar 434 PDAM yang hanya bergantung pada gas klor. Bayangkan jika pabrik tersebut katakanlahsedang overhaul berarti semua PDAM ini akan beresiko tidak melakukan Injeksi gas klor atau tidak injeksi desinfektan,” papar Teddy.
Ia lalu membandingkan dengan Malaysia. Di Negeri Jiran yang notabene wilayahnya lebih kecil dari Indonesia saja memiliki dua pabrik gas klor. Malahan beberapa PDAM juga mengimpor gas klor dan kaporit dari Malaysia. Melihat kenyataan seperti itu, Teddy menyarankan agar Indonesia mulai berfikir untuk menggunakan beberapa sumber desinfektan alternatif. Tentu saja Desinfektan yang dipilih harus memenuhi kriteria safety dan risk management tadi. Kalau ada hal lain yag disayangkan Oleh Teddy adalah kerancuan cara menghitung sisi ekonomis yang selama ini terjadi di PDAM.
“Jujur saja saya perhatikan di masing-masing PDAM agak beda perhitungan keekonomiannya. Mereka menghitung terlalu sederhana. Dalam hal ini, mereka kebanyakan lupa atau bahkan mengabaikan untuk menghitung safety cost, atau biaya keamanan dan keselamatan kerja. Makanya ketika melihat teknologi yang cenderung mahal, meski di dalamnya sudah terjamin sisi keamanannya, maka PDAM kebayakan akan menolak,” Pungkas Teddy.
Kunjungan PDAM Kota Jambi dan PDAM Kota Bogor
Sebagai wujud solidaritas antarsesama tukang ledeng, tukar pikiran dan sharing pengalaman sangat diperlukan untuk tujuan kemajuan bersama. Hal itu ditunjukkan oleh PDAM Kota Denpasar, yang menerima tamunya dari dua kota berbeda, yakni PDAM Kota Bogor dan PDAM Kota Jambi, baru-baru ini.
Dalam kesempatan tersebut, kedua PDAM melakukan studi banding terkait aplikasi Teknologi Elektro-Klorinasi yang dilakukan PDAM Kota Denpasar. Kunjungan difokuskan di Sumur Bor E2 Kecubung yang sudah menggunakan elektro-klorinasi. Para tamu yang dipimpin direksi masing-masing mendapat penjelasan komprehensif mengenai aplikasi teknologi tersebut.
“Dari total kapasitas produksi kami sebesar 1.200 liter per detik, untuk desinfektan kami masih menerapkan 70 persen gas klor dan 30 persen kaporit. Opsi elektro-klorinasi ini akan menjadi salah satu pertimbangan untuk diterapkan di salah satu IPA kami, dengan kapasitas 600 l/d, yang semuanya automatic system,” ujar Direktur Utama PDAM Kota Jambi Erwin Jaya Zuhri, saat dihubungi MAM melalui telepon.
Sama halnya dengan PDAM Kota Jambi, PDAM Kota Bogor yang memiliki kapasitas pengolahan mencapai 1.770 liter per detik dan semuanya menggunakan gas klor, perlahan-lahan juga akan mengurangi penggunaan gas klor sebagai desinfektan. “Mudah-mudahan di instalasi kami yang baru, IPA Katulampa yang berkapasitas 600 liter per detik akan menerapkan teknologi ini,” tambah Deni Surya Sanjaya, Direktur Teknik PDAM Kota Bogor.
Sama dengan PDAM Kota Denpasar yang sudah mengaplikasikan elektro-klorinasi terlebih dahulu, baik PDAM Kota Bogor maupun PDAM Kota Jambi juga menjadikan keamanan lingkungan (safety) dan kenyamanan pekerja (operator) menjadi pertimbangan utama. RS
Jajaran PDAM Kota Bogor saat melakuan studi banding di Sumur bor E2 Kecubung PDAM Kota Denpasar yang memiliki kapasitas produksi 35 liter per detik. Penjajagan untuk meminimalisir penggunaan gas klor.
Beberapa bagian (part) instalasi elektro-klorinasi.
MAM, Oktober 2016