Majalah Bulanan Air Minum edisi 215 Agustus 2013, hal. 43

November 3, 2017

Garam Gantikan Gas Klorin

Inovasi Sistem Elektro-klorinasi Lebih Aman dan Efisien

Selama ini, gas klorin diandalkan sebagai disinfektan dalam proses pengolahan air oleh banyak utilitas air minum di seluruh dunia, termasuk oleh PDAM di Indonesia. Namun, harus diakui bahwa risiko dan kompleksitas pemakaian gas klorin cukup tinggi. Kini, hadir inovasi berupa Sistem Elektro-klorinasi dengan bahan baku garam. Sistem ini menawarkan solusi yang lebih aman, efisien, sekaligus meningkatkan kualitas air hasil produksi.

Garam sebagai bahan baku pembuatan natrium hipoklorit.

Gas klorin (Cl2) umum digunakan dalam proses disinfeksi air. Dosis klorin harus diperhitungkan secara cermat agar efektif mengoksidasi bahan-bahan organik, membunuh kuman patogen dan meninggalkan sisa klorin bebas dalam air. Batas aman klorin dalam air adalah 0,2 miligram per liter.
Masalahnya, gas klorin termasuk bahan kimia berbahaya yang harus ditangani dengan sangat hati-hati, baik dalam pengangkutan, penyimpanan maupun pemakaiannya. Beberapa kejadian kebocoran gas klorin yang menimbulkan korban manusia membuktikan tingginya risiko pemakaian gas ini. Faktor risiko (safety) ini, juga proses pengangkutan dan penyimpanan yang merepotkan, menjadi kelemahan yang mendorong para ahli di Jerman mencari alternatif pengganti gas klorin dalam proses disinfeksi air olahan.

Elektro-klorinasi (electro-chlorination) kemudian lahir sebagai solusi alternatif. Elektro-klorinasi adalah sistem pembuatan disinfektan berupa natrium hipoklorit (NaOCl) secara on-site (langsung di tempat). Tidak seperti gas klorin, natrium hipoklorit bukan bahan berbahaya, sehingga dapat disimpan dan dipakai dengan aman.
Rangkaian sistem elektro-klorinasi digambarkan pada bagan berikut:


Diperkenalkan ke PDAM
Sistem elektro-klorinasi ini terus dikembangkan oleh kalangan industri di Eropa. Di Indonesia, PT Glory Citra Muda Perkasa, yang bermitra dengan Solidium Sdn Bhd dari Malaysia, memperkenalkan sistem elektro-klorinasi spesifikasi termaju kepada PDAM-PDAM secara intensif, dimulai dari pameran Indonesia Water and Wastewater Expo and Forum (IWWEF) yang diselenggarakan oleh PERPAMSI di Jakarta pada bulan Januari 2013 yang lalu.
Menurut Teddy Gatot, Direktur PT Glory, adalah penting untuk menegaskan paradigma dalam industri air minum bahwa faktor safety seharusnya selalu menjadi prioritas utama.

Sistem elektro-klorinasi VODES/BLUEWAVE terdiri dari alat Power Control dan Electrolyser, tangki produk, dan pendosisan natrium hipoklorit.

“Pengolahan air agar aman dikonsumsi adalah demi kesehatan manusia. Logika¬nya, jangan sampai proses pengolahan air itu sendiri membahayakan jiwa manusia,” kata Teddy sambil mencontohkan banyak kasus di mana penanganan gas klorin yang tidak hati-hati menimbulkan bencana yang menelan korban manusia.
Chan Kam Wai dari Solidium Sdn Bhd menjelaskan, dengan sistem elektro-klorinasi, faktor risiko itu dihilangkan. Bahkan kualitas air dapat ditingkatkan dari segi rasa dan bau, karena natrium hipoklorit tidak menyengat. Kandungan residu klorin stabil dan bisa melewati rangkaian pipa distribusi yang panjang. Keunggul-an lainnya yaitu mampu membunuh organisme super, menghilangkan biofilm, dan mengurangi terbentuknya tri halo methane (THM) yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Dibanding penggunaan gas klorin yang memerlukan alat klorinator dan pelbagai alat pengaman seperti auto shut-off dan Scrubber system, sistem elektro-klorinasi memerlukan ruangan yang kecil dan ringkas.

Alat eletro-klorinasi merek DINOSOL tipe VODES, alat yang memproses garam menjadi natrium hipoklorit terdiri dari alat Power Control dan Electrolyser, tangki produk, dan sistem pendosisan natrium hipoklorit. Awalnya, garam dicampur air lunak (soft water) menjadi larutan garam jenuh. Pengisian air lunak dilakukan secara otomatis oleh VODES, juga pendinginan air untuk proses elektro-klorinasi. Electrolyser kemudian melakukan elektrolisis, yaitu memproses larutan garam jenuh menjadi natrium hipoklorit. Gas hidrogen yang dihasilkan bersama natrium hipoklorit dilepaskan ke udara. Keseluruhan proses dilakukan secara otomatis, dapat dipantau dan dikendalikan dari jarak jauh.
Sistem ini tersedia untuk berbagai kapasitas sesuai kebutuhan. Sistem kapasitas kecil menghasilkan 60 hingga 200 gram klorin equivalen per jam diperuntukkan bagi instalasi pengolahan air berkapasitas 5 sampai 30 liter per detik. Sistem kapasitas menengah menghasilkan 200 gram hingga 2 kilogram klorin equivalen per jam untuk instalasi berkapasitas 138 atau 270 liter per detik. Sedangkan sistem kapasitas besar, seperti yang dipakai di Syarikat Air Malaka Berhad, menghasilkan lebih dari 2 kilogram klorin equivalen per jam, diperuntukkan bagi instalasi berkapasitas besar dari 250 sampai 4 ribu liter per detik.
Di negeri jiran Malaysia, sistem elektro-klorinasi sudah dipakai oleh sejumlah utilitas di Malaka, Sabah, Sarawak, Kelantan, dan Negeri Sembilan. Juga di Brunei Darussalam.
Syarikat Air Malaka Berhad yang beralih ke elektro-klorinasi sejak 2011, memakai sistem kapasitas besar yang meng¬hasilkan Klorin Equivalen 16 kilogram per jam untuk disinfeksi 835 liter per detik air.
Inovasi yang menjanjikan keamanan dan efisiensi jangka panjang ini patut dipertimbangkan oleh PDAM sebagai pengganti sistem klorinasi, khususnya pada instalasi-instalasi yang sudah selesai investasi atau instalasi-instalasi baru yang sedang dalam perencanaan.

Dwike Riantara